Pages

My Slide

Cover Photos Slideshow: Ju’s trip from Medan, Sumatra, Indonesia to Pekanbaru was created by TripAdvisor. See another Pekanbaru slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Senin, 07 Mei 2012

Selalu Ada Cerita Tentang Abah



Oleh : Jumardi


Selalu ada cerita. Di setiap perjalanan hidup menyusuri masa-masa itu, melewati tembok-tembok pembatas, MI, MTs, MA. Kadang mengenang saat belajar dulu, terharu hati, kerinduan yang mendalam kepada sekolah, guru, ustadz, lapangan voli, lapangan sepak bola, lapangan takraw, meja tenis meja, taman sekolah, labor biologi, labor fisika, labor kimia, labor bahasa, labor computer, dan labor diskusiku bersama teman-teman OSIS dulu. Teman sekelasku, segurauan, sebarisan, adik-adik yang sempat aku angkat menjadi adikku, kakak-kakak yang aku anggap kakakku sendiri, yang pinjamin aku uang jajan saat krisis. Banyak sekali kenanganku semasa itu. Sampai sekarang kerinduanku masih menggema.


Aku masih ingat saat aku diminta untuk memilih sekolah Atas oleh Abah. Apakah aku memilih sekolah di kampung atau pergi ke luar kampung.  Saat itu aku bilang pada abah kalau aku ingin bersekolah di luar kampung. Itulah awal kenangan itu. Kenangan yang selalu aku kenang jika teringat abah. Memang selalu ada cerita. Di setiap akan memulai langkah kehidupan. Dari awal aku akan bersekolah di MAN 039 Tembilahan. Awal permintaan Abah.

Setelah Abah menyetujui apa yang aku inginkan, yaitu bersekolah di MAN 039 Tembilahan. Aku mulai mempersiapkan segala persiapan administrasi yang diperlukan. Aku tidak tahu, entah kapan dimulai dan berakhir pendaftaran dan segala persyaratannnya. Yang aku tahu hanya berangkat dan membawa semua hasil dari aku bersekolah di kampung itu. Ijazah-ijazah aku bawa semuanya, photo-photo aku siapkan sebanyak-banyaknya. Sebelumnya aku belum pernah sama sekali pergi keluar kampungku, apalagi ke Tembilahan, pusat kota kabupaten Indragiri Hilir itu.

Keinginanku untuk bersekolah di MAN 039 Tembilahan ternyata diketahui oleh kepala sekolahku. Aku tidak tahu darimana beliau tahu. Mungkin dari teman-temanku, karena aku pernah bilang kalau aku akan bersekolah ke Tembilahan. Pak Marzuki, kepala sekolahku itu lalu memanggilku. Beliau tidak menyetujui kalau aku bersekolah di Tembilahan. Memang beliau sayang denganku karena akulah yang banyak berkontribusi membawa nama baik sekolahku, beliau menginginkan agar aku tetap bersekolah di kampung saja karena masih ada Aliyahnya. Tapi aku tetap berkeinginan bersekolah di Tembilahan. Aku jelaskan kepada beliau keinginanku itu. Beliau memahaminya. Berat juga beliau melepasku, tapi kebanggan beliau kapadaku tetap nampak diwajahnya yang mulai menyusut itu.  beliau berjanji akan mengurusi pendaftaranku. Aku tidak pernah memintanya tapi beliau yang menawarkannya.

Abah sangat mendukung keinginanku untuk bersekolah ke Tembilahan walaupun sebenarnya ada beban di pundak abah untuk mencari dana awal untuk aku berangkat nanti. Abah hanya ada usaha kebun kelapa yang setiap bulan harus menebas semak-semak di sekeliling pohon kelapa. Abah hanya sanggup menebas, untuk mengait kelapa dan pekerjaan lainnya abah sudah tidak sanggup lagi. Abah sering sakit pinggang dan sakit leher. Hampir setiap malam abah minta urut sama emak, terkadang aku yang mengurut abah.

Abah sempat resah karena biaya untuk aku berangkat belum juga abah dapatkan. Kelapa-kelapa belum lagi kering, harus menunggu dua bulan lagi karena sebulan yang lalu sudah dijual. Kelapa masih banyak yang hijau, muda, tidak boleh dipetik takut kelapa rusak nantinya. Abah tidak mau tahu, abah paksakan juga mengait kelapa yang belum kering itu. Abah suruh abang untuk mengaitnya. Tidak banyak, hanya terkumpul lima ratus buah. Belum cukup untuk biayaku berangkat. Aku membantu abah mencari uang, aku yang mengangkut kelapa untuk dijual.

Aku pasrah. Uang hasil dari penjualan memang tidak cukup. Abah berulang kali mengingatkan untuk bersabar. Aku terharu, aku takut keinginanku dan keinginan abah untuk meyekolahkanku lebih tinggi gagal. Karena akulah anak Abah dari dua belas saudara kandungku yang bisa dan mau bersekolah. Abang-abangku tidak sempat MTs, tamat SD langsung pergi membalak kayu di hutan, bahkan ada abangku SD pun tak tamat. Kakakku tamat SMP langsung kawin. Jadi akulah anak abah yang mau melanjutkan sekolah. sampai MAN.

Sebulan sudah abah menguras pikiran dan tenaganya mencari uang. Aku kasihan dengan abah. Sementara tiga hari lagi aku harus berangkat ke Tembilahan untuk mendaftar. Kepala sekolah memberi tahuku kalau dia berangkat hari Jumat nanti.
Menjelang hari Jumat yang tinggal tiga hari lagi aku hanya diam, menunggu keputusan abah apakah jadi atau tidak aku berangkat.  Menjelang besok, hari keberangkatanku abah belum juga memberi keputusan. Aku pasrah, terserah pada abah dan aku pun tidak memaksakan abah untuk aku bersekolah di luar kampung. Kayaknya abah sudah tahu tentang kepasrahanku ini. Lagi-lagi abah menasehatiku agar bersabar.

Selalu ada cerita. Menghadapi dinamika hidup dengan sabar dan berserah diri kepada Tuhan merupakan kenikmatan tersendiri pada abah yang kemudian diturunkan kepadaku. Sekali lagi aku pasrah apapun yang terjadi.

Abah bukanlah orang tua yang mudah menyerah, abah tidak berhenti berusaha mencarikan aku dana untuk biaya pendaftartaran sekolah di Tembilahan. Tanpa aku ketahui tiba-tiba Abah memberi tahuku kalau hari ini (kamis) Abah mengajakku langsung untuk berangkat ke Tembilahan. Tanpa aku tahu. Abah mengajak keluarga; Emak, Abang, Kakak, dan Adikku berangkat pakai pompong yang Abah punya. Memang selalu ada cerita. Setiap kita bersyukur terhadap apa yang Tuhan berikan kepada kita. Perjalanan pertama keluar pakai pompong Abah, yang biasanya digunakan untuk pergi ke kebun. Aku bersyukur bisa berangkat, walau kami harus menempuh perjalanan laut selama delapan jam, syukurku bertambah karena kami mulai berangkat jam empat shubuh.

Aku bangga pada Abah. Abah selalu punya solusi setiap ada masalah. Tapi Abah tidak pernah beritahu jika ada masalah. Abah selalu menunjukkan solusi bukan masalah.

Selau ada cerita. Setiap memandang awan-awan siang mata tersipit tak sanggup menahan sinar. Kami terpaksa menahan rasa panas terik matahari. Emak pakai payung, abang pakai topi, kakak juga pakai payung, tapi Abah tidak pakai apa-apa, abah tahan panas karena sudah terbiasa. Aku bangga pada abah yang kuat.
Kami sampai ke Kota Tembilahan. Kota pertama yang aku saksikan, kota pertama yang nantinya aku bertinggal selama belajar. Tidak untuk abang dan kakak, emak dan adikku. Mereka sudah sering ke Kota ini. Hanya aku dan Abah yang merasa asing di pemandangan ini. Aku dan Abah  ingin mencoba Becak. Kami pergi ke rumah nenek naik becak. Ya ke rumah nenek yang baru aku tahu aku punya nenek yang tinggal di Kota yang Asing ini bagiku dan Abah.

Selalu ada cerita. Menghadapi hari-hari dalam keterasingan di kota yang pertama aku lihat, keramaian kendaraan dan pengendaranya. Aku bangga pada Abah, karena aku diberi kebebasan untuk melihat mobil-mobil yang baru kulihat di nyatanya. Memang begitulah ceritanya. Abah selalu aku banggakan di sepanjang hidupku ini.

Kami menuggu kepala sekolah datang menemui kami di rumah nenek. Hari ini aku didaftarkan pak Marzuki di MAN 039 Tembilahan. Abah ikut bersamaku dan pak Marzuki. Abah yang pegang uang, biaya pendaftaranku. Kami naik becak, abah yang bayar semuanya.

Selalu ada cerita. Saat-saat menuggu pendaftaran Abah  minta izin pulang, kembali ke rumah nenek. Emak tiba-tiba sakit. Abah titipkan uang kepada Ibu yang jaga pendaftaran siswa baru. Abah sangat peka, Abah langsung percaya dengan orang, walaupun abah belum mengenalnya dan benar Ibu itu adalah orang yang jujur. Aku di daftarkan oleh pak Marzuki, kepala sekolahku. Pendaftaran selesai tapi Abah tidak ada, Abah sudah pulang menemani Emak yang sakit. Aku bangga pada Abah. Abah sangat mencintai Emak, Abahlah yang merawat emak.

Selalu ada cerita. Hambatan hidup selalu menghasilkan cerita. Emak sakit selama seminggu di Kota ini. Emak perlu perawatan, Abah butuh biaya tambahan untuk merawat emak. Uang abah sudah di bayar untuk pendaftaranku. Aku bangga pada abah, abah selalu ada solusi. Tidak pernah memberitahu masalah.  Memang begitu ceritanya. Aku bersalah pada Abah. Sudah banyak hutang Abah pada tauke. kelapa kampungku.

Cerpen ini merupakan cerpen perdana saya yang diterbitkan di Riau Pos pada tahun 2010








0 komentar:

Posting Komentar