Pages

My Slide

Cover Photos Slideshow: Ju’s trip from Medan, Sumatra, Indonesia to Pekanbaru was created by TripAdvisor. See another Pekanbaru slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Senin, 26 Desember 2011

Meramal Kehidupan Sosial 50 Tahun mendatang


                Marcus Aurelus berkata : ”Waktu adalah sungai dari kejadian-kejadian yang telah berlalu, dan arusnya amatlah kuat. Dalam beberapa saat, sesuatu tampak mendekat, kemudian dihanyutkan oleh yang menggantikan tempatnya, dan yang ini akan dihanyutkan juga”.

                Meramal kehidupan social 50 tahun mendatang? Ya, dengan melihat realita kehidupan social pada saat ini; yang individualis, materialis, dan egois. Ini untuk kota-kota modern seperti London, Jepang, dan Amerika. Mungkin Indonesia juga.

                Pada awal 2006, seorang wanita paruh baya bernama Joyce Vincent ditemukan meninggal di apartemennya. Tidak ada yang luar biasa, kecuali bahwa ia meninggal lebih dari dua tahun dan televisinya masih menyala. Bagaimana ini bisa terjadi? Di mana semua orang? Jawabannya, tentu saja semua orang ada di tempat lain.

                Sebagaimana kebanyakan kota besar lainnya, London tidak lagi mempunyai keakraban antar tetangga. Kota itu mempunyai koleksi pribadi-pribadi yang semakin terasing, egois, dan hanya mementingkan diri sendiri. Tetangga hanya ada untuk diri mereka sendiri dan orang tidak lagi bertanya atau memberikan informasi secara suka rela. Pada masa ketika orang-orang semakin saling terhubung melalui internet, tidak ada lagi orang yang benar-benar mengenal orang lain.


                Di Jepang ada fenomena social yang disebut hikikomori. Kata tersebut secara kasar diartikan sebagai “pengasingan” dan mengacu kepada anak yang mengurung dirinya di kamar dan jarang keluar. Dalam suatu kasus, seorang pria menutup pintunya pada awal usia dua puluhan dan bermain video game, menonton televisi, dan tidur selama empat belas tahun. Makanan diberikan oleh ibunya yang tinggal di lantai bawah, yang pada hakikatnya tinggal sendiri. Itulah sebagian penduduk Jepang, dan tak ada seorang pun yang cukup mengerti siapa atau apa yang bersalah. Menurut ahli, ada di antara seratus ribu hingga sejuta orang hikikomori di Jepang yang disebabkan oleh berbgai hal, mulai dari tidak hadirnya ( selalu bekerja ) ayah hingga ibu yang terlalu melindungi.

                Di Indonesia? Lihatlah di Lampu-lampu merah. Para pengemis bergerumbulan meminta sedekah. Di pasar-pasar para peminta-minta hilir mudik mencari sesuap nasi. Di mana-mana para pengamen jalanan berkeliaran. Termasuk juga mungkin para koruptor di parlemen, bisa kita masukan kedalam kehidupan seperti ini. Individualis dan egois mengayakan diri sendiri. Siapa yang ambil peduli dengan mereka? Para pengendara lewat begitu saja, seolah-olah tak pernah ada apa-apa di samping dan depannya. Begitu juga yang lainnya.  Anak-anak yang mampu selesai pulang sekolah bermain game online berjam-jam sampai sore. Para pekerja kantoran sibuk dengan pekerjaannya yang menghabiskan waktu seharian di kantor. Tak tahu bahwa di rumah anak dan istri menanti pelukan hangatnya.

                Terdapat beberapa penjelasan sederhana mengenai masalah semacam ini, sebagian besarnya kaliru. Beberapa orang menyalahkan invidualisme, yang lainnya mengacungkan telunjuk kepada urbanisasi, teknologi, pendidikan, atau bahkan pemerintah. Kenyataannya, semua itu memang turut berpengaruh. Akan tetapi, yang bisa disalahkan adalah diri kita sendiri. Kita, dan hanya kita, yang membiarkan ini terjadi. Jika inilah yang terjadi sekarang, bagaimana dengan lima puluh tahun mendatang?

                Dalam buku Richard Watson, sang penulis, mengisahkan kehidupan yang dialami dan dilihatnya. Suatu hari ia pernah duduk di hotel sederhana di Miami Internasional Airport. Saat itu pukul 10:30 malam. Kamarnya standar, tapi bisa akses internet  gratis, baik melalu computer pribadi maupun melalui televisi raksasa di kamarnya. Ada alat pembuat kopi, lengkap dengan krim, dan sebatang sabun anti-alergi di kamar mandi. Di bagian luar, di sebelah jalan raya terdapat sebuah papan neon bertuliskan “girls”. Sayangnya, di dalam hotel itu agak sepi. Ketika menonton berita di televisi, Richard tidak dapat memesan sandwich karena restoran di sana tutup tiga puluh menit sebelumnya. Layanan kamar juga tidak ada, karena para pelayan hotel sibuk berkonsentrasi kepada “layanan yang lebih penting”.

                Dua puluh lima tahun kemudian Richard kembali lagi ke hotel tersebut, namun tetap saja keadaan seperti yang lalu, bahkan lebih lagi. Tidak ada pelayanan. Tidak ada komunikasi, semua serba teknologi. Mau makan tinggal pencet remot televisi kamar dan makanan datang.

                Dua tren besar pada awal abad dua puluh satu adalah urbanisasi dan meningkatnya jumlah orang yang hidup sendiri. Pada 2006, sebanyak 25% rumah di Inggris ditinggali oleh orang yang hidup sendirian. Jumlahnya di Australia mencapai 17%. Sementara itu, angka ini di Amerika Serikat telah tumbuh menjadi 30% dalam tiga puluh tahun akibat factor-faktor seperti lajang yang tetap sendirian dalam waktu lama, mudahnya perceraian, dan masa hidup yang lebih panjang, khususnya bagi wanita. Berkurangnya angka kelahiran bayi dan meningkatnya jumlah orang tua. Singkatnya akan terjadi kekurangan angka kelahiran dan kematian. Maka populasi global menurun pada sekitar tahun 2050, mengakhiri rasa takut akan terlalu padatnya planet kita.

                Selanjutnya Anda akan menemukan tema-tema yang mengejutkan dalam buku ini. Seperti Masyarakat dan kebudayaan: Mengapa Kita Akan Mandi Lebih Lama pada masa depan? Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Kebangkitan Mesin; Uang dan Jasa keuangan: Setiap Orang adalah Bank; Ritel dan Belanja:  Apa yang akan kita beli ketika kita telah memilikinya? Dan Perjalanan dan Wisata: “Maaf, Negara ini Sudah Penuh”. Jum


The Next 50 years
Penulis                 : Richard Watson
Penerbit               : UFUK PRESS, Jakarta Selatan
Cetakan               : pertama, 2011
Tebal                    : 408 halaman

2 komentar:

Eddy Syahrizal mengatakan...

ulasan yang menarik

Jumpar Ampat mengatakan...

Terima kasih Bang

Posting Komentar