Oleh: Jumardi
Jika ditanya. “Apa sih rahasianya
membangun kehidupan pernikahan yang bahagia?” Setiap orang mungkin memiliki
jawabannya masing-masing. Namun setidaknya ada beberapa teori yang perlu
dipraktekan untuk membangun kebahagiaan berumah tangga.
Untuk membangun kehidupan
pernikahan yang harmonis, langgeng, dan berkelimpahan, dalam buku ini
disebutkan ada lima hal yang perlu dimiliki dan dilakukan, yaitu tujuan, mindset yang tepat, knowledge dan skill, komitmen,
dan berserah. Untuk memahami lima hal ini dicontohkan dengan bentuk berlian (diamond of love). (hal. 7)
Di sisi paling atas adalah konwledge dan skill. Jika diibaratkan sebuah katub, konwledge dan skill ini
akan mengisi diamond of love dengan materi (bahan) yang berkualitas yang akan
membuat berlian semakin solid. Dengan bertambahnya konwledge dan skill, Anda
akan tahu bagaimana cara memotong dan mengasah berlian yang dalam konteks ini
adalah kehidupan pernikahan Anda. (hal. 7)
Kenapa Anda bersedia untuk
“dipotong dan diasah”? Semuanya kembali kepada tujuan. Anda juga perlu memiliki
mindset yang tepat untuk bisa melihat dengan jernih bagaimana seharusnya Anda
bersikap dalam menjalani proses ini. Apa dan bagaimana membuat tujuan serta
mindset apa saja yang harus dimiliki dan diubah untuk bisa membangun kehidupan
pernikahan yang berkilau akan Anda dapatkan dalam buku ini.
Proses potong dan asah ini cuma indah
saat diucapkan. Prakteknya sangat menyakitkan, sangat tidak mudah. Bahkan
sangat mungkin akan ada penolakan dari dalam diri kita. Untuk itu, kita perlu
memiliki kekuatan mental yang prima karena proses potong dan asah ini akan
berlangsung seumur hidup pernikahan kita. Kekuatan mental ini yang akan menjadi
penyangganya. Kekuatan mental ini ada di dalam komitmen dan berserah yang pada
bentuk berlian menempati sisi yang paling panjang. Dua hal yang sepertinya
bertolak belakang, seperti Yin dan Yang. (hal. 8)
Pertama, tujuan. Mungkin saat ini Anda merasa menjalani kehidupan
pernikahan bukan seperti yang Anda harapkan. Anda merasa berada di situasi yang
tidak Anda inginkan. Anda merasa kurang puas, tidak nyaman, kesal, kecewa, atau
marah. Pertanyaannya, apakah sebelum berada di kondisi ini Anda sudah
menetapkan tujuan? Apakah Anda sudah tahu persis kemana akan menuju? Tentunya
dalam hal ini tujuan dalam kehidupan pernikahan, yang akhirnya mengarah pada
pertanyaan, “Apa tujuan Anda menikah?” Apakah sebagai ibadah, ingin memiliki
anak, sudah cukup umur, tekanan lingkungan, tidak sama orang tua, atau
membangun keluarga yang sakinah mawaddah
warahmah? (hal. 13)
Kedua, mindset. Mindset apa yang Anda miliki tentang kehidupan
pernikahan? Apakah mindset Anda sudah tepat? Apakah mindset yang Anda gunakan
akan membantu Anda dalam membangun sebuah hubungan yang sehat atau malah
sebaliknya? Banyak hal yang selama ini Anda yakini sebagai hal yang baik,
sebenarnya malah bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Anda. (hal. 23)
Dalam membahas tentang mindset
ini, penulis buku ini menuliskan pembahasan; Do We Plan Our Marriage? Yaitu
tentang bagaimana kita membangun pondasi yang kokoh dalah kehidupan pernikahan.
Kemudian Hubungan Saya Baik-Baik Saja. YAKIN? Sebuah mindset yang selama ini
kita anggap sudah benar dan tepat ternyata meleset. Dan banyak lagi
pembahasan-pembahasan tentang mindset ini yang bisa kita dapatkan hingga
halaman 116.
Ketiga, konwledge dan skill. konwledge tentang kehidupan pernikahan sebaiknya terus ditambah secara sengaja. Ini
adalah proses yang akan berlangsung seumur hidup. Termasuk di dalamnya, belajar
mengenali diri sendiri dan pasangan, mengenali kebutuhan diri dan pasangan,
mengenali peran suami dan istri, serta knowledge
lainnya. Anda juga harus terus mengasah skill
dengan cara memperaktekkan knowledge yang
sudah ada. Skill dan knowledge dalam berkomunikasi adalah
salah satu yang terpenting dalam membangun hubungan yang sehat. (hal. 122)
Dalam membahas ini penulisnya
memberikan penjelasan seperti Anda Menikah dengan Manusia. Sebuah catatan bahwa
kita harus bisa memahami karakter pasangan kita. Dia bukanlah patung atau robot
yang hanya diam. Dan pembahasan-pembahasan yang lainnya yang bisa kita baca
hingga halaman 241.
Keempat, komitmen. Untuk mau dan bisa menjalani komitmen, Anda
harus tahu dulu mengapa Anda mau menjalaninya. Berarti Anda harus tahu
tujuannya dan Anda juga harus memiliki mindset
yang tepat. Saat Anda berkomitmen, Anda sedang membangun kekuatan mental yang
memang sangat dibutuhkan. Anda akan mengalami banyak kejadian saat Anda akan
jatuh. Jika Anda tidak memiliki komitmen, Anda tidak akan punya kekuatan untuk
bangkit lagi. Anda akan cepat menyerah. (hal. 248)
Anda juga butuh stamina. Anda
harus menyadari kehidupan pernikahan itu bukan seperti lari jarak pendek 100
meter dalam olimpiade, tetapi lebih seperti lari meraton.
Kelima, berserah. Berserah tidak sama dengan menyerah. Menyerah
artinya Anda berhenti berjuang. Berserah adalah sebuah sikap mental yang sejak
awal sudah menyadari bahwa hasil akhir adalah teritori Tuhan, bukan teritori
manusia.
Sikap berserah ini sebaiknya
sudah dimiliki sejak awal. Sehingga tidak lagi “memaksakan” sebuah target yang
kaku dan “memaksakan” hasil persis seperti yang Anda harapkan. Dengan berserah,
Anda bisa menjadi lebih tenang dan mendapatkan energy yang tinggi karena sejak
awal Anda sudah sadar tugas Anda hanyalah melakukan yang terbaik dan tahu Allah
pasti akan memberikan yang terbaik. (254)
Buku yang ditulis sepasang suami
istri ini merupakan pengalaman mereka dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Mereka berdua menjalani pernikahan tidaklah berjalan mulus. Sempat beberapa
kali mereka mengalami masa-masa yang genting. Namun berkat usaha dan kemauan
yang kuat, doa dari orangtua, serta pertolongan dari Allah SWT., akhirnya
mereka bisa melewatinya dengan selamat.
Bagaimana perjalanan pernikahan
mereka yang begitu dramatis itulah kemudian mereka tulis dalam buku ini. Sebuah
catatan dan nasihat Lima rahasia dari yang mengalami ombak berumah tangga agar
kita bisa mengambil pelajaran dari perjalanan yang mereka tulis.
Buku ini ditulis dengan gaya
narasi. Enak dibaca dan membacanya bak membaca sebuah novel. Atau seperti
sedang duduk mendengarkan seorang konsultan pernikahan dalam konseling.
Jumardi
Alumni
Fakultas Ushuluddin, UIN Suska Riau
0 komentar:
Posting Komentar