Oleh: Jumardi,
S.Ud.
Di
antara tabiat jalan dakwah adalah dipenuhi berbagai gangguan yang dapat
membinasakan, serta kendala yang dapat melemahkan semangat. Tidak ada yang
dapat meretas gangguan serta kendala tersebut, dan tidak ada pertahanan yang
paling kuat darinya melainkan keteguhan di jalan dakwah (tsabat). (Hasan
al-Banna)
Di antara
manusia ada yang terjangkiti penyakit ketergesaan (isti`jal), karena
jiwanya kerdil dan tidak tahan uji. Imam Syahid mengatakan orang-orang seperti
itu dengan orang-orang yang miskin. Beliau berkata, “orang-orang miskin seperti
itu akan mudah terhenti dan tidak akan sampai ke tujuan”. Oleh karena itulah,
Allah swt. memerintahkan hamba-Nya agar bersabar dan memperingatkannya dari
ketergesaan. Allah swt. berfirman kepada Rasul-Nya, “Maka bersabarlah kamu
seperti bersabarnya orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan rasul-rasul,
dan janganlah kamu minta disegerakan (azab) bagi mereka.” (al-Ahqaf: 35)
“Dan di antara
manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Jika ia
memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh
suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat.
Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. “ (al-Hajj: 11).
Sayyid Quthb
dalam tafsirnya menjadikan judul pembahasan pada ayat ini dengan barometer akidah.
Dimana kata beliau sesungguhnya akidah itu merupakan fokus dalam kehidupan
setiap mukmin. Walaupun dunia di sekitarnya goncang, namun mukmin tetap berpegang
pada akidah itu. Walaupun kejadian dan peristiwa menariknya untuk terjerumus,
namun jiwa yang beriman selalu kokoh bertahan laksana batu yang keras. Dan, walaupun
segala sandaran di sekitarnya telah runtuh, namun orang beriman selalu dapat
bersandar kepada pondasi akidah yang tidak akan pernah berubah dan hilang.
Itulah nilai akidah
dalam kehidupan muslim, nilai akidah dalam kehidupan aktivis dakwah. Oleh karena
itu, orang-orang yang beriman harus bersandar kepadanya, merasa tenang
dengannya, yakin terhadapnya, dan tidak mengambil keuntungan darinya, serta
tidak menunggu imbalan baginya karena akidah itu sendiri merupakan balasan. Hal
itu disebabkan suatu hakikat bahwa akidah itu merupakan tempat berlindung yang
menaungi dan sandaran tempat bertopang.
Sedangkan,
orang-orang bodoh yang tidak teguh memegang akidah dan ibadah mereka adalah
orang-orang yang menjadikan akidah, dakwah sebagai barang dagangan di pasar.
Bila memperoleh kebajikan, dia akan berkata, “Sesungguhnya iman itu baik”,
karena dia memperoleh manfaat, dapat memerah susu, memanen buah-buahan,
mengambil keuntungan dalam bisnis, dan menjamin sirkulasi barang. Namun, “….Dan
jika ia ditimpa suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia
dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”(al-Hajj:
11).
Mereka rugi di
dunia dengan tertimpanya musibah kepada mereka. Kemudian mereka tidak bersabar
menanggungnya dan bertahan melaluinya serta mereka tidak kembali memohon
pertolongan kepada Allah. Di akhirat dia pun merugi dengan berbaliknya dia
kepada kekufuran karena musibah yang menimpa wajahnya, keberpalingannya dari
akidahnya, dan keengganannya dari hidayah. Sehingga, dia ditimpa kehinaan yang
menjerumuskannya ke dalam hawa nafsu.
Al-qur`an
menggambarkan ibadah mereka kepada Allah dengan “ala harfin”, opurtunistis,
dan tidak pernah kokoh dalam memegang prinsip akidah dan tidak pula tetap dalam
beribadah. Ia menggambarkannya dalam gerakan fisik yang miring dan hampir
runtuh walaupun hanya disentuh sedikit, Oleh karena itu, hukuman yang semisal
ditimpakan pula kepada mereka; dan sikapnya yang miring itu ditangguhkan
beberapa saat sebelum hukuman yang sama berbalik menimpa mereka!
Sesungguhnya
perhitungan untung-rugi hanya cocok untuk perdagangan dan jual beli. Namun, ia
sama sekali tidak cocok untuk akidah. Pasalnya, akidah itu suatu kebenaran yang
dianut karena kebenarannya sendiri dengan tersentuhnya hati yang menangkap
cahaya dan hidayah Allah, di mana dia tidak mungkin dapat menahan dirinya untuk
tidak terpengaruh dengan apa yang diterimanya. Akidah membawa balasan dengan
sendirinya yaitu ketenangan, ketentraman, dan keridhaan. Ia (akidah) tidak
menuntut balasan dari luar dirinya sendiri.
Orang-orang
yang beriman menyembah Allah untuk mensyukuri-Nya atas hidayah-Nya kepadanya,
ketenangannya karena dekat dengan-Nya, dan kebahagiaan bersama-Nya. Bila di
sana ada tambahan balasan, maka hal itu merupakan karunia tambahan dari
Allah karena iman dan ibadahnya.
Orang-orang
yang beriman tidak akan menguji Tuhannya. Mereka menerima semua ketentuan-Nya
yang telah memutuskan perkara bagi mereka. Mereka telah menyerahkan diri mereka
sejak awal kepada apa pun dari ujian Tuhannya, dan sejak awal telah meridhai
apa yang menimpa mereka baik kesenangan maupun kemudharatan. Jadi, akidah itu
bukan barang dagangan yang ditukarkan antara penjual dan pembeli. Sesungguhnya
akidah itu adalah penyerahan total seorang makhluk kepada Khaliknya Yang Maha
Mengendalikan segala urusan dan sumber keberadaannya sejak awal.
Orang yang
berpaling kembali kepada kekufuran dan murtad ketika menghadapi ujian dan
musibah, pasti akan ditimpa kerugian yang tidak ada duanya, “… Yang demikian
itu adalah kerugian yang nyata.” (al-Hajj: 11)
Dia rugi tidak
mendapatkan ketenangan, keyakinan, ketenteraman, dan keridhaan. Di samping itu,
juga kerugian harta benda, anak, kesehatan, atau kenikmatan-kenikmatan
kehidupan lainnya yang dengannya Allah menguji para hamba-Nya, menguji keyakinan
mereka, kesabaran mereka atas musibah dari-Nya, keikhlasan mereka terhadap-Nya,
dan kesiapan mereka untuk menerima ketentuan qadha` dan qadar-Nya. Dia rugi di
akhirat karena tidak bisa menikmati segala kesenangan di dalamnya, tidak
merasakan kedekatan dengan Allah, dan menerima ridha-Nya. Sungguh benar-benar
kerugian yang nyata.
Kemana arah
yang dituju oleh orang-orang yang menyembah dengan berada di tepi? Kemana dia
bisa menghindar jauh dari Allah? Sesungguhnya dia menyeru,
“ia menyeru
selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula)
memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (al-Hajj:
12).
Jumardi, S.Ud.
Alumni Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau
Kaderisasi Ikatan Da`i Indonesia Kab. Indragiri
Hilir
0 komentar:
Posting Komentar