Oleh : Jumardi
Pendahuluan
Pada
Muktamar keenam ustadz Hasan Al-Banna berpesan kepada para mujahid dakwah;
“Kalian
adalah ghuraba (orang yang dianggap asing) yang mengadakan perbaikan di tengah
kerusakan manusia. Kalian adalah kekuatan baru yang dikehendaki oleh Allah
untuk membedakan yang hak dan yang bathil di saat pembeda di antara keduanya
telah kabur. Kalian adalah da’i-da’i Islam , pembawa risalah Qur’an, penghubung
antara langit dan bumi, pewaris Nabi Muhammad saw., dan para khalifah dari
generasi sahabat.
Dengan inilah dakwah kalian lebih unggul daripada
dakwah-dakwah yang lain, dan tujuan kalian lebih mulia daripada tujuan yang
lain. Kalian bersandar pada tiang yang tegar dan berpegang pada tali yang kokoh
yang tidak mungkin putus.
Kalian telah mengambil cahaya yang terang di saat
manusia dalam kegelapan, tersesat, dan menyimpang dari jalan kebenaran.
“Dan Allah
berkuasa atas urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Yusuf:
21)”.
Dakwah ini
mesti kokoh, kokoh dalam pengelolaan organisasinya dan kokoh para mujahid yang
menggerakkannya.
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”(Ash-Shaf :
4)
Sudah menjadi
sunnatullah bahwa kehidupan dunia ini diciptakan kompleks. Dari semua segi
sisinya dipasangkan pada persamaan dengan perbedaan, kelebihan pada kekurangan,
dari objek sampai kepada subjeknya. Semuanya saling membutuhkan satu sama
lainnya, saling menutupi kekurangan dengan kelebihan yang lainnya. Makhluk
Tuhan mesti tak bisa menghindar dari perkara ini.
“Dan Dia
lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Al-An’am : 165)
“Seseorang
mendatangi Nabi saw., dan bertanya,”Kapan kiamat tiba?” Nabi saw. Menjawab,
“Apabila amanat telah diabaikan, tunggulah kiamat tersebut”. Orang itu bertanya
lagi, “Bagaimana bentuk pengabaian amanat?” Nabi saw. Menjawab,”Apabila sebuah
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya hari
Kiamat”, (H.R. Bukhari).
Kita
diciptakan dengan bakat (keilmuan) tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan
tertentu pula, (‘Aidh Bin Abdullah AL-Qarni).
Bakat
(keilmuan) itu penting. Anda atau saya bisa saja berlatih menendang si kulit
bundar setiap hari, tetapi tidak akan pernah menjadi pemain sepak bola yang
lebih baik dari Ronaldo dan Ronaldinho. Akan tetapi, bila Ronaldo dan
Ronaldinho tidak pernah latihan setiap hari, mereka mungkin masih bermain di
pantai-pantai di Rio dan tinggal di daerah kumuh, (Andeers Ericsson, pakar di
bidang Expert Performance Movement).
Setiap orang
perlu mengambil proyek besar paling tidak sekali dalam hidupnya. Saya mededikasikan
hampir seluruh hidup saya untuk menciptakan jenis mesin tenun yang baru.
Sekarang, saatnya giliranmu. Kamu harus berusaha sungguh-sungguh untuk
menyelesaikan sesuatu yang akan memberi manfaat bagi masyarakat, (Pesan Sakichi
Toyoda kepada anaknya—Kiichiro Toyoda—pendiri Toyota Automotive Company).
Urgensi Spesialisasi (Fokus)
“Dan (juga) pada dirimu
sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Adz-Dzariyat : 21)
Secerdas
apapun seorang anak, tidak mungkin dia akan menguasai semua bidang ilmu.
Walaupun ada yang mampu, itu hanyalah sekedar tahu sedikit-sedikit.
Manusia
diciptakan berpasangan, bukan manusia saja, tumbuh-tumbuhan, hewan pun
diciptakan berpasangan. Memang hal itu agar semuanya saling memberi dan
menerima. Manusia misalnya, setiap saat
membutuhkan O2 untuk bernafas yang
kemudian menghasilkan CO2 dari hasil pernafasannya. Tumbuhan setiap saat
membutuhkan CO2 untuk permentasi yang kemudian mengeluarkan O2 dari hasil
permentasinya. Manusia dan tumbuhan tidak bisa dipisahkan, keduanya saling
membutuhkan.
Mengapa
manusia malah tidah baik kalau menghirup CO2 yang tumbuhan malah sangat
membutuhkannya? Keduanya berbeda dalam kebutuhannya. Keduanya diciptakan dengan
fungsi dan kebutuhan masing-masing. Disinilah kemudian diambil pelajaran bahwa
dari perbedaan perlu adanya spesialisasi untuk memenuhi standar persamaan yang
saling mengisi.
Kita lihat
sahabat rasul, para khulafaurrasyidin. Jika kita membicarakan seorang sahabat
rasul yang rela memberikan semua hartanya, pastilah kita sudah bisa menebak
kalau dia adalah Abu Bakar. Umar dengan keberaniannya, mujtahid, al-faruq,
Utsman dengan kedermawanan (saudagar, pengusaha), Ali dengan kelihaian bela
diri, ahli sastra. Khalid dengan kepiawaiannya dalam strategi perang dan
sebagainya.
Kemudian Ibnu
Sina dengan ilmu kedokterannya, Al-Khawarizmi dengan matematikanya, dan
ilmuan-ilmuan lainnya yang mereka pakar dan terkenal dibidang keahlian mereka
masing-masing.
Mereka bukan tidak mengerti
keilmuan lain, tapi mereka menonjolkan satu kepakaran dibidang yang benar-benar
merekalah pakarnya, sehingga siapa saja yang membutuhkan sesuatu pastilah
menuju kepadanya.
“Sesungguhnya
Allah menyukai jika salah seorang di antara kalian mengerjakan suatu perbuatan,
lalu dia menyempurnakannya” .(H.R. Baihaqi)
Mari kita
camkan,”…mengerjakan suatu perbuatan, lalu dia menyempurnakannya”, bukankah ini
terkait dengan fokus terhadap aktivitas tertentu?
Ibn ‘Athailah
menyinggung arti penting fokus, “Jangan sekali-kali berbuat seperti pengggali
sumur yang mencari air. Ia menggali di sini sedalam sehasta, kemudian menggali
di tempat lain sedalam sehasta pula. Dengan begitu, ia takkan dapat menemukan
air. Mestinya, ia menggali di satu titik saja dengan sungguh-sungguh hingga air
ditemukan”.
Awad
Bin Muhammad Al-Qarni mengatakan, “Memusatkan perhatian dalam pekerjaan dan
mencari solusi dari problem yang dihadapi, kemudian melupakan perkara
lain—dengan memusatkan pikiran darinya sama sekali dan mencapai satu titik, di
mana kekuatan konsentrasi otak Anda mampu berperan dengan sempurna, tidak
kurang sedikit pun—merupakan salah satu faktor keberhasilan dan kesuksesan
hidup”.
Ibrahim
Hamid Al-Qu’ayyid mengutip Syaikh Ibnu Sa’di, bahwa salah satu prinsip
kebahagiaan manusia dalam kehidupan adalah menekuni satu pekerjaan tertentu
atau ilmu tertentu yang bermanfaat, membiasakan diri untuk melakukan hal-hal
yang bermanfaat, dan berusaha mewujudkan kebahagiaan atau kesuksesan yang
diinginkan.
Spesialisasi Keilmuan (Bakat)
Rama
Royani menulis, “Tidak menjadi segalanya adalah cara yang cerdik; tidak bekerja
pada segalanya, kecuali terfokus pada potensi diri merupakan jalan menuju
kesempurnaan”.
Beliau
menambahkan, “Luciono Pavaroti, bintang tenor, menceritakan hidupnya saat dia
harus memfokuskan diri pada potensi dirinya. Pada saat lulus, dia bertanya pada
ayahnya, ‘Apakah saya harus menjadi guru atai penyanyi?’ Ayahnya menjawab,
‘Kalau kamu duduk di antara dua kursi, kamu akan jatuh. Untuk hidup, pilihlah
salah satu kursi’. Dia memilih menjadi penyanyi”.
Canfield
mengatakan, “Dibutuhkan tindakkan focus, disiplin pribadi, dan banyak energi
setiap harinya untuk menjadikan segalanya terlaksana. Ketika sebagian besar
waktu kita terfokus pada aktualisasi potensi diri kita, kita akan melihat
hasil-hasil yang memuaskan”.
Focus
pada potensi keilmuan diri berarti terus menerus melatihnya. Hal tersebut agar
potensi diri itu dapat benar-benar terwujud menjadi karya-karya, prestasi, atau
sesuatupun yang dapat dimanfaatkan bagi orang lain. Tanpa latihan, potensi diri
akan terpendam, tidak akan berkembang. Bakat itu 1 persen dan 99 persen itu
usaha.
Menjemput
Merupakan
suatu kaidah amal yang penuh dengan persiapan. Ia bukan majas dan metafora,
tetapi ia benar-benar sudah siap menerima segala konsekuensi rintangan dan
segala keberuntungan dan kebahagiaan. Ia adalah persiapan matang yang siap
saji, siap digunakan kapan dan dimana saja. Ia tidak jumud namun ia fleksibel
di setiap dimana ia berada. Dakwah mengajari para da’inya untuk agar siap
menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, bertakwalah kamu dimana saja kamu berada,
beribadah seakan-akan kita melihat-Nya, jika kita tidak bisa melihat-Nya,
yakinlah bahwa Dia melihat kita.
Diri
kader adalah “alat” untuk ia bisa beramal. Hidupnya penuh kesiapan menghadapi
rabbnya. Ia siap untuk digunakan sebagai tentara, pengonsep dakwah, pemimpin,
dan apapun amanah yang akan diberikan kepadanya. Persiapan itu adalah llmu dan
pemahaman. Dengan bekal ilmu dan amal yang sudah ia kuasi betul tentangnya,
dari segala sisi bidangnya. Dengan bekal itulah ia beramal secara
sungguh-sungguh dan professional. Dan hanya dengan keprofesionalanlah segala
amal-amalnya akan maksimal dan sempurna, yang akhirnya menghasilkan kinerja
yang sempurna pula. Kader penggerak seperti itulah yang siap diletakkan dimana
saja, ia siap dipanggil kapan saja untuk menyelesaikan kerja-kerjanya.
Mereka
ada yang pakar dibidang teknologi, ia professional dalam keilmuannya dan
bekerja sesuai keahliannya. Ia tidak akan menolak mengerjakan amanah
dibidangnya, dan itulah sebenarnya yang ia harapkan dan inginkan. Mereka ada
yang pakar dibidang ekonomi, lalu ia merumuskan permasalahan perekonomian, ia
berusaha mengembalikan ekonomi Islami hingga tidak ada lagi riba dan Islam
satu-satunya yang tegak dengan ekonomi Islamnya.
Kemenangan Dakwah
Kemenangan
hanya didapatkan dari sudah lamanya usaha untuk mencapainya, maksimalnya
kerja-kerja profesional para da’inya, dan sudah siapnya para pakar kelimuan
yang mengisi bidang-bidang kehidupan pada fase kemenangan itu.
Globalilsasi
tidak memungkinkan kita menyimpan makna Islam, ia mesti muncul pada setiap
level kebutuhan sosial masyarakat bangsa. Karena sistem non Islam sudah
memunculkan polahnya bahkan sampai pada semua level kehidupan masyarakat
bangsa. Untuk menenggelamkannya tidak mesti harus menghancurkannya, dengan
radikalisme yang menakutkan semua orang. Lagipula tidak mungkin hal itu bisa
dilakukan, melihat pelakunya adalah umat Islam sendiri. Hal yang dapat dan kita
usahakan adalah dengan menutupinya dengan sistem Islam dari semua level yang
ditimbulkan sistem non Islam tersebut. Hal itulah kita mesti menyiapkan sumber
daya dari semua level itu. Baik modalnya maupun pekerjanya.
Untuk
menutupi sistem ribawi dengan syari’ah, sistem thaghut dengan sistem Islam,
semuanya harus ditutupi dengan wajah Islam. Sebagaimana hukum perhubungan dan
sosio masyarakat, masyarakat lebih cendrung kepada yang sering mereka jumpai
dan dominan mereka dengar. Tugas kita adalah mendominankan sistem Islam dari
segala level dan jenisnya untuk melenyapkan sistem thaghut secara perlahan dan
tidak radikal.
Jika
semua dari level keilmuan ini tidak terpenuhi oleh para da’i, maka perubahan
kearah Islam akan sulit dicapai. Karena sekali lagi masyarakat lebih suka yang
lebih sering mereka jumpai dan dominan mereka dengar.
Dakwah dan
para da’inya akan benar-benar siap menjemput kemenangan dakwah jika semua level
itu terpenuhi dengan baik dan terorganisir secara profesional.
0 komentar:
Posting Komentar