Oleh: Jumardi
Mengingatmu seperti aku mengingat surga
Akan indahnya bermesraan dengan bidadarinya
Minumannya tinggal ambil di sungai salsabila
Araknya tidak memabukan juga melenakan
Benar-benar seperti surga
Semoga memang sampai kita di sana
Mengulang kembali kenangan indah kita
Melingkar di taman surga
Aku ini bodoh, tidak mengerti apapun tentang keislaman. Kalau
mengaku-ngaku Islam itu pasti. Aku Islam dan sangat mencintai. Jika ada saja
yang berani mengejeknya pasti aku akan segera memberi perhitungan dengannya.
Kalau tidak bisa dengan mulut, maka tanganku ini menjadi alat minimal untuk
memberi pelajaran.
Begitulah kira-kira tentang aku. Kebanggaanku kepada Islam begitu
kental. Sekental godaan setan yang selalu menambal kental. Tapi itu hanya di
mulut saja, pada aplikasinya hati ini berontak ingin bebas berekpresi seperti
di tivi-tivi. Kekentalan Islam itu mencair saat azan berkumandang karena setan
ternyata lebih aku ikuti, tanpa malu, walau mulut sudah terlalu. Ah, sepertinya
aku adalah manusia termunafik, lain di mulut lain pula di hati, apalagi
aplikasi.
Aku ini da`i, setiap bulan ramadhan mengisi ceramah di
mushalla-mushalla. Ceramah tentang istiqmah menjaga Islam, tentang syukur akan
nikmat yang diberikan tuhan. Sampai dipanggil-panggil ustadz dihampir setiap
perjumpaan dengan masyarakat. Suaraku didengar di pelosok kampung saat akan
berbuka puasa. Ah, aku bak artis yang dikenal orang-orang. Kalau jumpa, eh
ustadz yang kemaren ceramah di radio itu ya.
Itu dulu. Kini semoga tetap begitu, tapi lebih ikhlas dan menjadi
teladan yang sebenar-benar ustadz. Aku yang menjalankan agama ini lebih ikhlas,
lebih aplikatif, dan tentunya diridhoi oleh Allah swt. Semoga ya Allah. Amin.
Wajar jika suasana pesantren dan kampung yang jauh dari virus-virus
globalisasi membentuk pribadiku yang sok
alim, pendakwah, dan seakan menjadi ulama yang memberikan fatwa. Ini yang aku
banggakan untuk dibawa ke kota, tempat baruku menata masa depan; sekolah.
Seakan aku ini bisa menjaga diri dengan bekal itu. Padahal sholat lima waktuku
sendiri di rumah kos, tilawahku hanya malam jum`at, membaca surat yasin. Kalau
nambah paling surat waqiah dan surat almulk. Itu tanpa tadabbur, tanpa dibaca
dengan keimanan dan keikhlasan. Aku rasa juga bacaannya tidak sesuai standar
tajwid. Itu menjadi suatu kebanggan.
Suatu hari tetanggaku kesurupan. Aku sok-sok baca surat yasin dan
beberapa surat dalam alquran juz 30 terakhir, tentu saja jinnya tidak
terpengaruh, malah makin menjadi-jadi. Sepertinya ada yang salah dalam diriku,
pikirku. Mungkin waktu itu aku belum ikhlas atau niatku yang tidak benar
sehingga tidak berpengaruh sedikitpun kepada jin itu. Aku baru tahu bahwa
selama ini aku masih banyak kekurangan. Mesti banyak belajar lagi.
Kepada siapa aku harus belajar? Aku belum menemukan seseorang yang
bisa mengobati penyakit di diriku ini. Aku benar-benar tidak menemukannya,
melainkan aku semakin tergerus, berubah menjadi spiderman, gila pergaulan
remaja, membuat sarang di mana-mana. Lupa diri, walau masih sholat. Mulai ikut
keluar-keluar malam, sebelumnya agak aneh. Aku benar-benar menjadi spiderman,
mencari pelaku kejahatan, tapi bukan membasminya, tapi malah mengikutinya. Ah,
agaknya aku sudah benar-benar jauh tersesat. Pengetahuan agamaku berkurang
drastis, bahkan hilang. Tida tahu lagi syariat yang harus diikuti, benar-benar
tersesat. Al Quran hanya tinggal di masjid, buku masih tersimpan di Kedai
Naila. Tidak tahu apa yang terjadi dengan agama ini sebenarnya. Dunia menjadi
gelap dengan terus berjalan mencari cahaya yang kian redup. Jauh.
Maka,
Mengingatmu seperti aku mengingat surga
Akan indahnya bermesraan dengan bidadarinya
Minumannya tinggal ambil di sungai salsabila
Araknya tidak memabukan juga melenakan
Benar-benar seperti surga
Semoga memang sampai kita di sana
Mengulang kembali kenangan indah kita
Melingkar di taman surga
Berjumpa dengan
sosokmu yang kurus, kecil, dan tidak tampan adalah anugerah keikhlasan yang aku
baru pelajari dan dapatkan. Mengingatmu seperti aku membayangkan surga seperti
yang kau gambarkan pada setiap pertemuan kita. Ada aura surga yang terpancar
pada wajahmu, lalu kau mengajakku ke ruangan bidadari yang bermata jeli, lalu
bermesraan dengannya. Dengan kesabaranmu seakan memberi harap bahwa surga itu
adalah kepastian bagi setiap pertemuan kita. Dengan ketekunanmu membaca, lalu
mengarahkanku pada buku-buku seakan kau memberiku pustaka yang menjadikan aku
hanyut pada lembaran-lembaran perjuangan para penghuni surga yang menjadi teman
kita. Lalu aku merasakan tarikan yang begitu kuat untuk ikut bersama mereka
dalam perjuangannya. Dakwah begitu banyak mengajarkan aku berbuat, jihad, dan
istiqamah dalam cinta pada syahid. Aku melihat itu semua pada tatapan matamu
yang Abu Bakar. Mendengar dari mulutmu yang Utsman. Menyaksikan pada amalmu
yang Umar. Kecintaanmu yang Ali, hingga ucapan-ucapan yang menggetarkan pada
setiap huruf yang kau rangkai. Mengingatmu adalah mengingat keindahan surga.
Kau
memporakporandakan kebodohanku yang tersusun kokoh. Kesombonganku yang aku jaga
pun kau curi. Sampai hatiku yang tercabik ini pun kau cabut. Maka selayaknya
aku menuntutmu di surga nanti, menuntut janji-janjimu yang membuatku terpesona
dengan sungai salsabila yang berwarni warni, manis, dan tidak memabukkan itu.
Mengingatmu seperti aku mengingat surga
Akan indahnya bermesraan dengan bidadarinya
Minumannya tinggal ambil di sungai salsabila
Araknya tidak memabukan juga melenakan
Benar-benar seperti surga
Semoga memang sampai kita di sana
Mengulang kembali kenangan indah kita
Melingkar di taman surga
0 komentar:
Posting Komentar